Pemerintah Provinsi DKI Menuntut Perusahaan Bus TransJakarta
![]() |
Pemprov DKI Jakarta akan menggugat beberapa perusahaan yang belum mengembalikan uang muka pengadaan bus Transjakarta. Jumlahnya mencapai Rp110,2 miliar. |
Beberapa perusahaan enggan mengembalikan setoran yang dibayarkan untuk pembelian empat set bus yang sebelumnya dikeluarkan oleh pemerintah provinsi DKI. Bahkan, kontrak pasokan berakhir pada 2017.
Syafrin Liputo, kepala Kantor Transportasi DKI Jakarta, mengatakan jumlah uang muka masih belum diganti, hingga Rp 110,2 miliar. Dia juga mengirim surat permintaan untuk membawa kas hijau ini ke kantor hukum pemerintah provinsi.
"Beberapa waktu lalu kami mengirim surat ke Kantor Hukum mengenai gugatan ini karena uang muka tidak bisa diselesaikan, namun, apakah itu legal atau tidak, kami masih menunggu rekomendasi dari Kantor Hukum kami, "kata Syafrin kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (27/7).
Rencana aksi ini tidak terpicu secara tiba-tiba. Syafrin menjelaskan awal pembayaran uang muka.
Kasus ini dimulai pada 2013 dengan pelelangan 14 set pembelian bus dengan anggaran 1,6 triliun rupiah. Dalam perjalanannya, pelelangan adalah masalah, karena para peserta pelelangan bersekongkol untuk memenangkan pasar yang dimaksud.
Laporan tersebut dimasukkan dalam keputusan Komisi Persaingan Usaha (KPPU) nomor / KPPU-I / 2014, di mana 19 pihak dihukum karena melanggar Pasal 25 UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat karena pelelangan vertikal dan horizontal.
Bahkan, kasus itu dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena pelelangan itu akan menelan biaya negara hampir setengah triliun dolar. Alhasil, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemudian membuat dua rekomendasi kepada pemerintah provinsi DKI di LHP tertanggal 29 Mei 2017.
Pertama, pemerintah provinsi harus memutuskan kontrak dengan penyedia bus yang memenangkan lelang pada tahun 2013 dan memiliki hak untuk memulihkan 20% dari uang muka yang sudah dibayarkan. Kedua, jika penagihan tidak dapat dilakukan dengan cara keluarga, pemerintah provinsi kemudian dapat membawa masalah ini ke hadapan hukum.
Syafrin mengatakan gugatan itu mengikuti laporan BPK saat itu.
"Inilah sebabnya kami sekarang bertanya kepada Kantor Urusan Hukum: apakah mungkin kami dapat menerapkan rekomendasi kedua ini," kata Syafrin.
Sejauh ini, pengumpulan beberapa perusahaan belum membuahkan hasil. Penagihan lanjutan telah dilakukan sejak 2017. Namun, upaya ini belum membuahkan hasil.
Selain itu, beberapa perusahaan pemenang lelang bus dinyatakan bangkrut oleh pengadilan distrik. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa dia sendiri masih tidak tahu nasib penagihan uang muka ini jika, kemudian, Biro Hukum tidak mengotorisasi pengenalan kasus ini ke dalam hukum.
"Agen Transportasi adalah agen teknis, kami telah menghubungi kantor hukum DKI dan meminta pendapat mereka, tetapi sejauh ini Kantor Hukum belum mengeluarkan arahan," katanya. .
No comments