Sri Mulyani Mengungkapkan Perbedaan Yang Signifikan Pada Masa SBY Dan Jokowi
![]() |
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. |
Berita terkini Jakarta, Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan dua perbedaan penting dalam pengelolaan anggaran negara pada zaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi).
Dia mengatakan bahwa pemerintah era SBY sangat mencolok: harga minyak dunia tiba-tiba naik dari $ 30 menjadi $ 90 per barel. Ini mengguncang portofolio pemerintah karena subsidi yang harus diberikan untuk mengembang.
"Kemudian, pada saat itu, saya diminta menjadi menteri keuangan anggaran negara ketika kami beralih selama periode SBY. Kami membuat hibah untuk membuat penyesuaian, tetapi juga untuk melindungi orang miskin, "kata Sri Mulyani.
Agar orang-orang di kelas menengah ke bawah tidak berteriak, dia memulai program bantuan tunai langsung (BLT). Sri Mulyani kemudian mengatakan bahwa anggaran negara sudah mulai mencapai titik impas setahun kemudian.
Tantangan lain terletak pada kenyataan bahwa dampak krisis ekonomi 1997-1998 masih terasa pada masa SBY. Sri Mulyani mengakui bahwa ekonomi Indonesia belum sepenuhnya pulih pada awal kepemimpinan SBY.
"Kami sedang menjalankan program baru karena harga komoditas telah meningkat secara signifikan," katanya.
Sebaliknya, ketika Sri Mulyani menjadi bendahara negara pada masa Jokowi, harga minyak dunia naik dari $ 90 per barel menjadi $ 30 per barel. Tidak hanya itu, ia juga harus beradaptasi dengan kebijakan baru dalam bentuk program amnesti pajak baru yang diberlakukan oleh Bambang Brodjonegoro, mantan menteri keuangan.
"Ada undang-undang amnesti pajak, saya harus belajar dan menimbangnya," tambahnya.
Saat menggantikan Bambang, Sri Mulyani mengakui bahwa anggaran negara juga di bawah tekanan. Masalahnya adalah bahwa jumlah pendapatan tidak seimbang dengan kebutuhan pengeluaran pemerintah.
Hanya pada tahap ini ia juga harus bertukar pikiran untuk menstabilkan ekonomi Indonesia dalam menghadapi perlambatan ekonomi global dan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina. Sri Mulyani mengakui bahwa seseorang tidak pernah dapat mengharapkan situasi global karena selalu berbeda setiap tahun.
"Merupakan kewajiban besar ketika kita berbicara secara nasional, kebijakan apa, tetapi kita harus selalu mengandalkan manusia, sistem pendidikannya harus baik," pungkas Sri Mulyani.
No comments