Semen Indonesia Mengakui Dampak Hadirnya Semen Asing "Murah"
Semen |
SVP Stretegic Management Office (SMO) and Communication Semen Indonesia Ami Tantri mengatakan pada wilayah yang terkena dampak, penjualan perseroan tergerus. Salah satunya di Kalimantan.
"Sementara itu, kami memang terpengaruh di beberapa daerah, tetapi tidak untuk pasar utama kami," katanya, Rabu (21/8).
Dia menambahkan bahwa perusahaan akan fokus pada area yang bukan target pasar untuk produk semen asing. Semen Indonesia masih menjadi juara di wilayah Jawa Barat dan Sulawesi Utara.
Secara nasional, pangsa pasar perusahaan mewakili 53% dari total pasar nasional pada paruh pertama tahun 2019.
"Kami fokus pada bidang di mana mereka tidak menjual produk mereka," katanya.
Menanggapi persaingan dari semen asing, ia mengatakan perusahaan akan bergantung pada kekuatan jaringan dan mereknya. Menurutnya, persaingan dengan produsen asing tidak terhindarkan karena pasar semen Indonesia sangat menarik karena memberikan tepuk tangan meriah. Dia mengatakan produsen semen asing telah memasuki pasar sejak 2014.
Namun demikian, ia optimis bahwa perusahaan dapat bersaing pada kekuatan jaringan dan mereknya, bahkan jika produsen semen asing menawarkan harga yang lebih rendah daripada pasar.
"Itu tidak masalah, karena membeli semen bukan harga, tetapi ketersediaan (ketersediaan) dan kebiasaan konsumen terhadap produk," tambahnya.
Hingga Juli 2019, perusahaan telah mencatat volume penjualan 13,49 juta ton di pasar semen domestik di luar PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI). Pada saat yang sama, penjualan ekspor perusahaan tidak termasuk SBI mencapai 1,87 juta ton.
Selain itu, penjualan domestik SBI hingga Juli 2019 mencapai 5,39 juta ton. Sementara ekspor mencapai 240.060 ton. Perhatikan bahwa perusahaan baru saja mengakuisisi SBI pada Maret 2019.
Sebagai pengingat, ada desas-desus yang berkembang bahwa industri semen nasional tertekan karena kelebihan pasokan. Kelebihan pasokan di pasar domestik akan disebabkan oleh membanjirnya produk semen China di pasar. Selain itu, mereka dapat menjual dengan harga lebih rendah dari harga produsen dalam negeri.
Kondisi ini bahkan menarik perhatian Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut wakil presiden, produsen semen domestik harus bersaing dengan produsen semen China. Memang, mereka dapat menawarkan harga yang lebih kompetitif, bahkan jika pangsa pasar masih rendah di Indonesia.
Menurutnya, harga semen China lebih kompetitif karena biaya produksinya hanya 30.000 rupee per kantong. Sementara biaya produksi dalam negeri mencapai Rp40.000 per kantong.
"Karena harga lebih rendah dan kelebihan pasokan, pabrik semen akan bersaing dengan produk ini," kata JK baru-baru ini.
Ketika ia bertemu pada kesempatan yang sama, direktur pelaksana PT Semen Baturaja, Tbk Jobi Triananda Hasjim, tetap diam ketika ditanyai tentang persaingan dengan semen asing.
No comments